Kapan Bali Jogja Dab?

romantisme kraton yogya

Kapan Bali Jogja Dab?

Pernah merasakan tinggal di Jogja? Bagaimana rasanya ketika jauh dari Jogja?


Dari kabar yang saya terima dari teman-teman, mereka berangan-angan agar suatu saat bisa bali Jogja (kembali ke Jogja) sesegera mungkin. Bukan karena mereka tidak betah di kampung halaman sendiri atau tidak suka dengan tanah kelahirannya, melainkan banyak faktor yang menjadi faktor X hingga Jogja menjadi kota yang dikangenin sejagad. #lebe

Tidak ada yang salah dengan kerinduan untuk kembali menghirup Jogja dan menyesapnya dalam-dalam. Jogja memang candu bagi siapa saja yang pernah datang. Namun kira-kira, apa yang membuat Jogja sangat istimewa hingga mereka yang telah jauh darinya, merasakan kerinduan bahkan “sakau” ingin berjumpa lagi?

Mungkin tulisan ini bisa sedikit membuka ruang tanya kita.

1. Angkringan Jogja

Angkringan adalah sebuah lapak yang biasa digunakan untuk memajang dagangan. Berupa gerobak dari kayu yang sisi kanan kirinya ada papan yang bisa digunakan sebagai ganti meja tempat pengunjungnya makan dan minum disana. Dengan bangku panjang, biasanya pengunjung berbagi tempat duduk sambil sesekali ngobrol atau menyesap batang rokoknya. Biasanya ada 3 ceret yang senantiasa dipanasi dengan arang yang membara dari awal waktu dagang hingga saatnya menutup lapak. Biasa beroperasi pada menjelang mahrib hingga lepas tengah malam. Untuk beberapa lokasi, jam operasi terkadang dimulai dari pagi atau siang hari. Biasanya, yang demikian itu berlaku sistem shift. Pak Anu setengah hari, sisanya Pak Una.

Makanan minuman yang dijual hanya menu sederhana. Sebutlah nasi kucing yang berisi segenggam nasi putih dengan lauknya. Bisa berupa sambal teri, sambal merah atau oseng tempe. Harganya yang murah membuat nasi kucing menjadi primadona bagi siapa saja yang kelaparan dengan bugdet yang tipis. Bisa dikata, sangat tipis.

Minumannya juga sederhana saja. Es teh, teh anget, kopi, susu dan beberapa minuman yang sangat biasa kita dengar. Tidak ada nama-nama minuman yang sering kita jumpai di cafe-cafe, yang bahkan mungkin terlalu ribet diucap dengan lidah jawa. Harganya? sama tipisnya dengan harga makanan. Lauk-pauk yang dijual juga sederhana, namun bervariatif. Sate usus, sate bakso, sate keong, tempe mendoan, tahu, dan banyak lagi. Harga? masih sama tipisnya. Terkadang juga setipis irisan tempe mendoannya. :v

Apa yang membuat angkringan yang sederhana, dengan nasi kucing yang mungkin tidak mengenyangkan itu bisa membuat siapapun mau-maunya kembali lagi?

Angkringan jogja itu, Romantis. Ya, romantis yang sederhana. Romantis yang tidak mengada-ada. Dengan lampu teplok seadanya – seringnya lampu senthir dengan nyala api yang kembang kempis – menjadikan moment makan malam bersama sahabat atau kekasih terasa romantis. Di bawah naungan tenda atau di bawah kerlip bintang, membuat mendoan lima ratusan serasa pizza italia.

Angkringan jogja itu, Hangat. Siapapun bisa ngobrol apa saja dengan siapa saja. Baru kenal beberapa menit saja akan terlihat seolah sudah kawan lama. Seolah sudah belasan tahun kenal. Jogja memang hangat. Suasana kekeluargaan di Angkringan jogja membuatnya semakin semarak.==

Angkringan jogja itu, Murah. Nah, ini faktor yang juga penting. Selain kehangatan, keakraban, keromantisan yang tersaji alami di sana, harga di angkringan tidak akan mencekik leher pengunjungnya. Kita bisa makan sepuasnya, sekenyangnya tanpa takut dompet terkuras secara kejam. Di angkringan kita bisa mendapatkan hanya sekedar basa-basi hingga ilmu teknik tinggi. Mulai dari obrolan kasta bawah hingga obrolan setinggi langit. Obrolan biasa saja hingga setingkat pujangga. Itulah yang tidak bisa didapat di tempat makan manapun. Hanya di Angkringan. Hanya di Jogja.

Angkringan terkenal di Jogja yang biasa untuk kumpul muda-mudi adalah Angkringan Pak Jabrik, Angkringan Gareng Petruk, dan Angkringan Kopi Jos. Angkringan Pak Jabrik yang berlokasi di depan Kedaulatan Rakyat, jalan Mangkubumi selalu padat pembeli. Pun demikian dengan Angkringan Gareng Petruk yang tepat berada di sebelah Angkringan pak Jabrik. Bergeser ke selatan, di sebelah utara stasiun kereta api Tugu Jogja, ramai berjejer angkringan kopi joss yang fenomenal.

Cobalah merasakan sensasi kuliner di angkringan kala berkunjung di Jogja. Sandarkan dulu standar minimal penyajian atau pelayanan atau – apapun itu – di dinding kosong sebelahmu. Nikmatilah. Berbaurlah. Ini Jogja. Tempat dimana jarum jam berdetak pelan.

2. Santai. Tenang. Rileks.

Seperti kata kami diatas. Jogja adalah tempat dimana jarum jam berdetak pelan. Memang jarum jam berdetak sama saja dimana ia berada. Tidak lebih cepat maupun lambat. Jika lebih cepat, bisa jadi arlojimu rusak alias mblandang. Bawa ke tukang reparasi arloji agar diperbaiki. 😀

Yang kami maksud adalah, Jogja iklimnya santai. Kalem. Sak madyo dalam menjalani hidup. Memang tidak semua demikian, namun dominan terlihat seperti itu. Sehingga mungkin menular kepada pendatang-pendatang yang studi maupun bekerja di kota ini.

Seseorang pernah berkata, “menikmati Jogja bukan dengan kecepatan tinggi. Menikmati Jogja tuh dengan perlahan. Sepelan kayuhan pedal abang becak”

3. Malioboro

Tempat perdagangan ramai bisa ada di mana saja. Tempat wisata yang macet juga bisa ada di manapun juga. Tapi tempat romantis dengan beraneka ragam kuliner, spot foto, budaya, sejarah, sarat muatan filosofis, sekaligus perdagangan berada dalam satu garis? Pastilah hanya ada di Malioboro.

Malioboro adalah bagian dari sejarah. Bagian dari garis imajiner yang berhubungan dengan Keraton Yogyakarta, merupakan spot foto yang paling dicari wisatawan, bagian cagar budaya kota Yogya, juga salah satu tempat perputaran ekonomi yang diperhitungkan.

Related Post

Lihat saja bangunan-bangunan lawas yang ada di sepanjang jalan Malioboro dan Mangkubumi. Terlihat anggun, klasik dan berkelas. Lihat dan perkirakan sendiri berapa transaksi perhari yang terjadi di tempat itu. Apalagi, Malioboro merupakan etalase seni bagi seniman-seniman untuk memajang karyanya. Yang pernah main ke Jogja pasti pernah melihat kuda putih dengan batu-batu di punggungnya, atau betis raksasa di titik nol Jogja, atau 3 gajah di depan Monumen Satu Maret, dan karya seni yang berjejer sepanjang jalan Malioboro. Dimana lagi kita bisa melihat karya seni sambil berkendara? Hanya di galeri seni yang sangat terbuka dan luas, yang kita kenal dengan nama Malioboro.

4. Event

Bagi penikmat seni, siapapun dia. Entah yang bersekolah di kesenian maupun manusia biasa berkasta rendah seperti admin, apabila menyukai seni, pastilah akan merasa kekenyangan yang kemudian kembali lapar saat berada di Jogja. Bagaimana tidak. Event budaya seolah tidak berjeda. FKY, Biennale, adalah dua contoh yang sebentar lagi akan segera diadakan. Taman Budaya Yogyakarta seakan tidak sempat bersih-bersih karena selesai event seni satu, sudah mengantri event seni berikutnya.

Uniknya. Tidak hanya tempat-tempat “berkelas” yang sering digunakan untuk pameran atau unjuk seni. Tempat yang menurut kita “tidak berkelas” pun bisa disulap menjadi galeri atau ajang bagi pegiat seni. Di perempatan Plengkung Gading, perempatan Titik Nol, di Joglo sebuah kampung, bahkan di pinggir sungai, pernah diadakan event FKY yang menarik.

Event FKY itu sendiri adalah event seni tahunan yang diadakan di Yogyakarta dengan tema yang berbeda-beda. Tahun ini ( 2015 ) mengambil tema DanDan. FKY 27 tahun 2015 akan disemarakkan oleh ratusan seniman-seniwati Jogja dan sekitarnya. Pun demikian Biennale 2015 Equator #3 | Indonesia Meet Nigeria, juga akan diadakan dalam waktu dekat.

Jogja penuh dengan seni. Siapapun yang tinggal di Kota Seni ini pasti Krasan.

5. Alun alun Kidul dan harapan yang terkabul

Berkunjung ke Jogja dan tidak melakukan Masangin?
Duh, kamu yakin itu beneran sudah ke Jogja?

Masangin adalah sebuah upaya untuk menerobos atau berjalan diantara dua beringin kembar yang berdiri tegak di tengah Alun alun Kidul dengan mata tertutup kain. Sangat jarang masyarakat yang melakukan Masangin ini bisa lancar, lurus dan sukses melewati beringin kembar. Yang sering terjadi adalah mereka berbelok – entah ke kanan atau ke kiri – dan menjauhi beringin kembar. Sungguh menarik memperhatikan masyarakat yang bekerja keras untuk tetap berjalan lurus. Ada yang bertanya sekeliling, ada yang meraba dengan kaki, ada pula yang membutuhkan arahan kawannya. Sah-sah saja.

Masangin konon dilakukan pertama oleh dua kerabat keraton. Entah siapa namanya, namun lama kelamaan aktifitas tersebut menjadi kebiasaan bagi mereka yang berkunjung di alun alun kidul. Berawal dari itulah, Masangin terkenal. Konon pula, bagi mereka yang bisa melewati beringin kembar tanpa bantuan dan lurus semenjak titik start, semua keinginannya bakalan terkabul. Monggo saja jika ingin percaya, namun sensasi berjalan dengan mata tertutup di alun alun kidul perlu kamu coba.

Sambil menunggu giliran atau menunggu sahabat/keluarga yang sedang Masangin, wedang ronde selalu menjadi pilihan menemani malam indah di Jogja. Hangat jahe, kacang dan ondol-ondolnya memberikan cita rasa tersendiri di lidah yang terlalu sayang untuk dilewatkan.

6. Pantai-pantainya Indah

Yakin? semua pantai sama?

Mungkin benar. Karena yang namanya pantai itu pasti hanyalah pertemuan lautan dengan daratan. Namun pantai Jogja berbeda. Pantai Jogja masih banyak yang sepi. Bahkan beberapa diantaranya belum terkenal dan perlu usaha keras untuk mengunjunginya.

Beberapa teman pernah berkata, “Udah ngga jaman ke Parangtritis. Sekarang waktunya blusukan lihat pantai yang masih tersembunyi”.

Sebut saja pantai Ngitun, Pantai Ngéden, yang baru beberapa bulan lalu diupayakan menjadi salah satu destinasi wisata pantai gunung kidul jogja. Sesungguhnya masih banyak lagi pantai yang tersembunyi. Kamu hanya perlu mempersiapkan semangat yang membara, peta, mau bertanya dan kendaraan yang tangguh. Setelah menemukan pantai yang kamu cari, yakin mau pergi dari Jogja?

7. Karakter masyarakatnya

Kembali ke point kemasyarakatannya. Orang jogja masih banyak yang ramah, masih bergotong royong, masih kalem, masih bersedia membantu tanpa embel-embel uang, masih guyub, rukun, nyenengin deh intinya. Atmosfernya berbeda dengan kota yang penuh dengan ambisi, mementingkan diri sendiri, berkejar-kejaran dengan waktu sehingga perhitungan jika harus meluangkannya demi menolong orang lain.

Senyum, salam, sapa bisa terlontar mulus tanpa harus ada S.O.P yang mengikutinya. Memasuki Jogja, mungkin kamu merasa aneh. Tidak mengenalmu namun mau tersenyum dan menyapa. Mungkin sekejap merasa berada di planet lain. Lihatlah kakimu, kita berada di bumi yang sama.

—-

Yogyakarta hanyalah sebuah daerah kecil yang sederhana namun tulus. Masih banyak orang-orang yang peduli, hangat, ramah, bersedia membantu, bergotong royong, rukun satu sama lain, dan yang pasti ngangenin. Seorang kawan pernah berkata, “Jogja itu racun. Racun yang akan membuat hatimu kangen”.

Jadi, kapan bali jogja dab?

This post was last modified on 20/08/2015 14:20

jogjaminded: Sedang belajar menjadi blogger yang baik. Mohon bimbingannya
Related Post